Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164
BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk
bahan bakar,
beras, dan
listrik. Setelah
krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari
aset sektor swasta melalui pengambilalihan
pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
[sunting] Latar belakang
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi
Disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di
masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa
saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah
ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di
Indonesia dan menguasai bank-bank.
Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3
milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling
menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada
zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak
menyimpan mata-uang Jepang. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI,
yaitu mata uang
De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Kemudian pada tanggal
6 Maret 1946, Panglima AFNEI (
Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan
Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu
ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan
teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan
tingkat harga.